Rabu, 19 November 2014

Pemungut PPN Badan Usaha Milik Negara

Dalam sistem pemungutan PPN di Indonesia, metode pengkreditan menjadi keharusan. Dalam mekanisme ini, Pengusaha Kena Pajak akan memungut PPN ketika melakukan penjualan barang atau jasa kena pajak. Sebaliknya, ketika membeli barang atau jasa kena pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, Pengusaha tersebut akan dipungut PPN. Selisih antara hasil pemungutan PPN dan PPN yang dipungut terhadapnya merupakan PPN yang harus disetorkan ke kas negara setiap bulannya. Jika selisihnya negatif, Pengusaha dapat melakukan kompensasi atau restitusi sesuai ketentuan.

Dengan demikian, secara umum PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Namun demikian, dalam sistem PPN Indonesia juga terdapat mekanisme khusus pemungutan PPN di mana justru pembeli yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Pembeli yang ditunjuk khusus untuk memungut PPN ini kemudian diberikan label khusus oleh Undang-undang PPN 1984 sebagai Pemungut PPN.
Salah satu Pemungut PPN adalah Badan Usaha Milik Negara. Ketentuan tentang tatacara pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pemungutan PPN oleh BUMN adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012. Berikut adalah uraiannya.

BUMN Sebagai Pemungut PPN

BUMN ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Dengan demikian, ketika BUMN membeli Barang Kena Pajak, maka BUMN tersebut harus memungut PPN (atau PPN dan PPnBM, apabila terutang PPnBM). Dengan kata lain, rekanan BUMN yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada BUMN tidak memungut PPN. BUMN sendiri adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Dalam SE-45/PJ/2012 ditegaskan bahwa BUMN adalah BUMN yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan dan joint operation atau bentuk kerja sama lainnya.

Ditegaskan pula bahwa dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha tidak lagi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha yang bersangkutan secara otomatis tidak lagi ditunjuk menjadi Pemungut PPN. Namun demikian, kewajiban menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dalam Masa Pajak yang bersangkutan tetap dilakukan sebagaimana mestinya.

Sebaiknya, dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha menjadi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha dimaksud secara otomatis ditunjuk menjadi Pemungut PPN dan melakukan kewajiban sebagai Pemungut PPN

Besarnya PPN yang dipungut oleh BUMN sama seperti biasa yaitu sebesar tarif PPN 10% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP sendiri adalah jumlah harga jual, penggantian, atau nilai lain. Apabila terutang PPnBM, maka PPnBM yang terutang dan dipungut adalah sebesar tarif PPnBM dikalikan DPP. Besarnya PPN yang terutang tersebut harus dipungut, disetor dan dilaporkan oleh BUMN sebagai Pemungut PPN.

Tidak Dipungut Pajak

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh BUMN dalam hal :
  1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  2. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan;
  3. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  4. pembayaran atas rekening telepon;
  5. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
  6. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak PPN atau PPN dan PPnBM.
Atas PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas transaksi seperti di atas, pemungutan PPNnya dilakukan dengan mekanisme umum. Artinya, rekanan BUMN lah yang melakukan pemungutan.

Tatacara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan.

Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada. Saat pembuatan Faktur Pajak mengacu kepada ketentuan umum saat pembuatan Faktur Pajak.

Pemungutan dilakukan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan, atau pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Penyetoran atas PPN yang dipungut oleh BUMN harus dilakukan  ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan SPT Masa PPN untuk Pemungut (form 1107 PUT) dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat BUMN terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

SPT Masa PPN  wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak.

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search